JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN
MODUL 1.1
Oleh: TIRTO WIYONO, S.Pd.
CGP 5 KABUPATEN SUMENEP
Awal saya mengikuti
seleksi Calon Guru Penggerak Angkatan 5, saya termotivasi karena kurangnya pemahaman
saya dalam mengaplikasikan teori-teori pendidikan dalam praktik mengajar saya
di sekolah. Barangkali dengan mendaftarkan diri menjadi CGP saya dapat menambah
ilmu dan pengetahuan baru dalam pendidikan. Beberapa tahapan seleksi yang harus
saya ikuti dan pada akhirnya saya dinyatakan lulus seleksi tahap 2 dan berhak
untuk mengikuti Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Sumenep.
Lokakarya Orientasi Calon Guru
Penggerak Angkatan 5 Kelas Sumenep 1
Memulai bergerak, diawali dari mengikuti pembukaan, pre test hingga sampai pada kegiatan tatap muka yaitu
Lokakarya Orientasi. Banyak hal baru yang saya dapatkan di antaranya adalah
sharing pengalaman sesama teman CGP, masalah-masAlah baru dalam pembelajaran
yang tidak saya alami namun dialami oleh teman CGP lainnya.
Setelah saya mempelajari isi Modul 1.1
tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional, Pemikiran Ki Hadjar Dewantara,
sepertnya saya mulai dapat menarik benang merah antara Materi dan tujuan
Pendidikan Guru Penggerak. Hal-hal pemahaman
baru tentang pendidikan dan pembelajaran mulai saya temukan. Banyak hal baru
dan berbeda antara apayang saya pelajari pada mudul dengan apa yang sudah saya
lakukan selama ini sebagai pendidk.
Apa yang selama ini saya
praktikkan dalam pembelajaran ternyata berbeda dengan materi yang saya pelajari
pada modul 1.1. Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional, Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara. Beberapa hal yang baru saya ketahui bahwa dalam filososfi Ki
Hadjar Dewantara, siswa dianalogikan sebagai padi yang kita semai, sementara
guru adalah petani. Apabila padi kita rawat dan kita siram, maka padi akan
tumbuh subur, begitu juga sebaliknya. Namun padi teTaplah akan tumbuh padi. Jangan berharap padi tumbuh menjadi jagung atau kedelai. Maksud dari analogi tersebut
bahwa seorang anak mempunyai kodra alam yang dapat tumbuh sesuai dengan potensi
yang dimilikinya, setiap anak memiliki bakat dan potensi yang berbeda. Maka
seorang pendidik seharusnya berhamba pada anak, dalam arti menjadi fasilitator
dalam belajaranya. Melayani setiap anak apa yang mereka butuhkan dengan kasih
sayang.
Ruang Kolaborasi Modul 1.1
dengan fasilitaor Ibu Elsa Hanani Barus
Hal lain yang baru saya
sadari bahwa seorang anak bukanlah kertas putih yang kosong yang bisa kita
tulisi. Namun setiap anak adalah kertas yang sudah bertulis samar dan tugas
kita adalah menebalkan. Menggali bakat dan potensi yang ada pada setiap anak
sehingga dapat berkembang secara optimal. Persepsi baru ini mengubah pola pikir
saya terhadap siswa dan bagaimana saya memperlakukannya bukan lagi sebagai
kertas kosong.
Selama ini saya menganggap
siswa sebagai obyek dalam pembelajaran. Setelah saya pelajari modul 1.1, saya jadi sadar semestinya siswa
menjadi subyek dalam pemelajaran. Pembelajaran seharusnya berpuat kepada siswa,
bukan guru. Guru melayani, memfasilitasi siswa, semetara siswa belajar sesuai kemauan
cara mereka belajar. Bagi siswa SD, dunia mereka dunia bermain, maka
menyisipkan atau memadukan peremainan dalam pembelajaran adalah hal yang
menarik bagi siswa dan membuat mereka bahagia (well-being).
Konsep-konsep utama yang
saya pelajari dan penting dalam filosofi Ki Hadjar Dewantara dalalah menuntun. Menuntun
dimaksudkan menuntun terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar
mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Saya sebagai pendidik
merasa berkewajiban menuntun setiap siswa untuk mengembangkan potensi dirinya
mengembangkan bakat sesuai kodradnya. Kodrat alam setiap anak akan berbeda.
Mereka memiliki lingkungan yang berbeda, watak, karakter, bakat, dan potensi
yang berbeda. Kita berkewajiban menuntun mereka mengembangkan yang baik dan kita perbaiki dari
hal-hal yang tidak baik.
Perubahan yang akan saya
lakukan setelah saya mempelajari filosofi Ki Hadjar Dewantara, adalah melakukan
perbaikan hai-hal yang selama ini salah. Saya akan membuat perencanaan
pembelajaran yang berpihak pada siswa dengan menggunakan metode pembelajaran yang
bervariasi. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menarik yang disertai
permainan (game), menggunakan sumber
belajar yang ada di sekitar sekolah. Mengaitkan materi pelajaran dengan sosio
kultur daerah setempat. Dengan demikian diharapkan belajar siswa menjadi lebih
bermakna. Ketercapaian belajar siswa tidak semata-mata dari hasil tapi lebih
berorientasi pada proses. Saya menyadari keberagaman latar belakang siswa,
watak, karakter, bakat dan potensi setiap anak menjadi perhatian khusus.
Sehingga memperlakuukan siswa yang satu dengan siswa lainnya akan berbeda-beda
namun tak membedakan kasih sayang kepada setiap mereka. Guru adalah orang tua
di sekolah. Memanusiakan manusia adalah hakikat dari.pendidikan. Guru adalah teladan, fasilitator dan motivator bagi siswanya. Maka benarlah
jika Ki Hadjar Dewantara menyampaikan semboyannya.,"Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" menjadi pedoman
pendidik menjalankan bimbingan kepada siswanya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar