Kamis, 02 Juni 2022

JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN

 

JURNAL REFLEKSI DWIMINGGUAN

MODUL 1.1

Oleh: TIRTO WIYONO, S.Pd.

CGP 5 KABUPATEN SUMENEP

 

Awal saya mengikuti seleksi Calon Guru Penggerak Angkatan 5, saya termotivasi karena kurangnya pemahaman saya dalam mengaplikasikan teori-teori pendidikan dalam praktik mengajar saya di sekolah. Barangkali dengan mendaftarkan diri menjadi CGP saya dapat menambah ilmu dan pengetahuan baru dalam pendidikan. Beberapa tahapan seleksi yang harus saya ikuti dan pada akhirnya saya dinyatakan lulus seleksi tahap 2 dan berhak untuk mengikuti Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 5 Kabupaten Sumenep.

Lokakarya Orientasi Calon Guru Penggerak Angkatan 5 Kelas Sumenep 1

    Memulai bergerak, diawali dari mengikuti pembukaan, pre test hingga sampai pada kegiatan tatap muka yaitu Lokakarya Orientasi. Banyak hal baru yang saya dapatkan di antaranya adalah sharing pengalaman sesama teman CGP, masalah-masAlah baru dalam pembelajaran yang tidak saya alami namun dialami oleh teman CGP lainnya.

     Setelah saya mempelajari isi Modul 1.1 tentang Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional, Pemikiran Ki Hadjar Dewantara, sepertnya saya mulai dapat menarik benang merah antara Materi dan tujuan Pendidikan Guru Penggerak. Hal-hal  pemahaman baru tentang pendidikan dan pembelajaran mulai saya temukan. Banyak hal baru dan berbeda antara apayang saya pelajari pada mudul dengan apa yang sudah saya lakukan selama ini sebagai pendidk.

Apa yang selama ini saya praktikkan dalam pembelajaran ternyata berbeda dengan materi yang saya pelajari pada modul 1.1. Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional, Pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Beberapa hal yang baru saya ketahui bahwa dalam filososfi Ki Hadjar Dewantara, siswa dianalogikan sebagai padi yang kita semai, sementara guru adalah petani. Apabila padi kita rawat dan kita siram, maka padi akan tumbuh subur, begitu juga sebaliknya. Namun padi teTaplah akan tumbuh padi. Jangan berharap padi tumbuh menjadi jagung atau kedelai. Maksud dari analogi tersebut bahwa seorang anak mempunyai kodra alam yang dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya, setiap anak memiliki bakat dan potensi yang berbeda. Maka seorang pendidik seharusnya berhamba pada anak, dalam arti menjadi fasilitator dalam belajaranya. Melayani setiap anak apa yang mereka butuhkan dengan kasih sayang.

Ruang Kolaborasi Modul 1.1 dengan fasilitaor Ibu Elsa Hanani Barus

Hal lain yang baru saya sadari bahwa seorang anak bukanlah kertas putih yang kosong yang bisa kita tulisi. Namun setiap anak adalah kertas yang sudah bertulis samar dan tugas kita adalah menebalkan. Menggali bakat dan potensi yang ada pada setiap anak sehingga dapat berkembang secara optimal. Persepsi baru ini mengubah pola pikir saya terhadap siswa dan bagaimana saya memperlakukannya bukan lagi sebagai kertas kosong.

Selama ini saya menganggap siswa sebagai obyek dalam pembelajaran. Setelah saya pelajari modul 1.1, saya jadi sadar semestinya siswa menjadi subyek dalam pemelajaran. Pembelajaran seharusnya berpuat kepada siswa, bukan guru. Guru melayani, memfasilitasi siswa, semetara siswa belajar sesuai kemauan cara mereka belajar. Bagi siswa SD, dunia mereka dunia bermain, maka menyisipkan atau memadukan peremainan dalam pembelajaran adalah hal yang menarik bagi siswa dan membuat mereka bahagia (well-being).

Konsep-konsep utama yang saya pelajari dan penting dalam filosofi Ki Hadjar Dewantara dalalah menuntun. Menuntun dimaksudkan menuntun terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Saya sebagai  pendidik merasa berkewajiban menuntun setiap siswa untuk mengembangkan potensi dirinya mengembangkan bakat sesuai kodradnya. Kodrat alam setiap anak akan berbeda. Mereka memiliki lingkungan yang berbeda, watak, karakter, bakat, dan potensi yang berbeda. Kita berkewajiban menuntun mereka mengembangkan yang baik dan kita perbaiki dari hal-hal yang tidak baik.

Perubahan yang akan saya lakukan setelah saya mempelajari filosofi Ki Hadjar Dewantara, adalah melakukan perbaikan hai-hal yang selama ini salah. Saya akan membuat perencanaan pembelajaran yang berpihak pada siswa dengan menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menarik yang disertai permainan (game), menggunakan sumber belajar yang ada di sekitar sekolah. Mengaitkan materi pelajaran dengan sosio kultur daerah setempat. Dengan demikian diharapkan belajar siswa menjadi lebih bermakna. Ketercapaian belajar siswa tidak semata-mata dari hasil tapi lebih berorientasi pada proses. Saya menyadari keberagaman latar belakang siswa, watak, karakter, bakat dan potensi setiap anak menjadi perhatian khusus. Sehingga memperlakuukan siswa yang satu dengan siswa lainnya akan berbeda-beda namun tak membedakan kasih sayang kepada setiap mereka. Guru adalah orang tua di sekolah. Memanusiakan manusia adalah hakikat dari.pendidikan. Guru adalah teladan, fasilitator dan motivator bagi siswanya. Maka benarlah jika Ki Hadjar Dewantara menyampaikan semboyannya.,"Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani" menjadi pedoman pendidik menjalankan bimbingan kepada siswanya.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar